Sabtu, 20 April 2013

Hukuman Allah Bagi Orang Yang Meninggalkan Sholat 5 Waktu

6 Siksa di Dunia Orang yang Meninggalkan Shalat Fardhu :

1. Allah SWT mengurangi keberkatan umurnya.
2. Allah SWT akan mempersulit rezekinya.
3. Allah SWT akan menghilangkan tanda/cahaya shaleh dari raut wajahnya.
4. Orang yang meninggalkan shalat tidak mempunyai tempat di dalam islam.
5. Amal kebaikan yang pernah dilakukannya tidak mendapatkan pahala dari Allah SWT.
6. Allah tidak akan mengabulkan doanya.

3 Siksa Orang yang Meninggalkan Shalat Fardhu Ketika Menghadapi Sakratul Maut :

1. Orang yang meninggalkan shalat akan menghadapi sakratul maut dalam keadaan hina.
2. Meninggal dalam keadaan yang sangat lapar.
3. Meninggal dalam keadaan yang sangat haus.

3 Siksa Orang yang Meninggalkan Shalat Fardhu di Dalam Kubur :

1. Allah SWT akan menyempitkan kuburannya sesempit sempitnya.
2. Orang yang meninggalkan shalat kuburannya akan sangat gelap.
3. Disiksa sampai hari kiamat tiba.

3 Siksa Orang yang Meninggalkan Shalat Fardhu Ketika Bertemu Allah :

1. Orang yang meninggalkan shalat di hari kiamat akan dibelenggu oleh malaikat.
2. Allah SWT tidak akan memandangnya dengan kasih sayang.
3. Allah SWT tidak akan mengampunkan dosa dosanya dan akan di azab sangat pedih di neraka.

Dosa Meninggalkan Shalat Fardhu :

1. Shalat Subuh : satu kali meninggalkan akan dimasukkan ke dalam neraka selama 30 tahun yang sama          dengan 60.000 tahun di dunia.
2. Shalat Zuhur : satu kalo meninggalkan dosanya sama dengan membunuh 1.000 orang umat islam.
3. Shalat Ashar : satu kali meninggalkan dosanya sama dengan menutup/meruntuhkan ka’bah.
4. Shalat Magrib : satu kali meninggalkan dosanya sama dengan berzina dengan orangtua.
5. Shalat Isya : satu kali meninggalkan tidak akan di ridhoi Allah SWT tinggal di bumi atau di bawah langit serta makan dan minum dari nikmatnya.
Read more »»  

Selasa, 09 April 2013

Cara Mengatasi “Consider Replacing Your Battery” Pada Windows 7

Bagi Anda pengguna laptop dengan sistem operasi Windows 7, mendapatkan notifikasi “consider replacing your battery” disertai dengan munculnya tanda silang merah di ikon baterai yang ada di system tray. Notifikasi yang muncul ketika Windows 7 “menganggap” baterai laptop Anda sudah saatnya diganti.


Apabila Anda mengalami masalah “consider replacing your battery” seperti di atas, Anda tidak perlu panik ataupun buru-buru merogoh kocek dalam-dalam untuk membeli baterai laptop baru. Ada suatu cara sederhana untuk menghilangkan notifikasi yang mengganggu tersebut. Berikut langkah-langkahnya:
  • Charge baterai anda sampai full (99% – 100%), setelah itu matikan laptop Anda. Sampai tahap ini jangan dulu cabut charger-nya.
  • Hidupkan laptop Anda lalu tekan F8 berulang-ulang sampai muncul menu Advanced Boot Options. Pilih Safe Mode.

Setelah sudah masuk ke dalam Windows Safe Mode, barulah cabut charger baterai laptop Anda.


  • Biarkan saja laptop menyala sampai mati sendiri karena baterainya benar-benar habis. Sangat disarankan untuk tidak mengoperasikan laptop Anda selama proses ini. Biarkan saja sampai laptop mati sendiri.

  • Setelah mati, pasang kembali charger laptop Anda, lalu nyalakan kembali laptop Anda dengan normal. Hasilnya…semua kembali normal! Notifikasi “consider replacing your battery” dan tanda silang merah di icon baterai tidak muncul lagi.


  • Teknik di atas pada dasarnya adalah suatu cara untuk mengkalibrasi kapasitas baterai laptop Anda. Dengan menjalankan laptop mulai dari kondisi awal baterai penuh (kapasitas 100%) sampai benar-benar habis (kapasitas 0%), maka Windows 7 jadi “tahu” kapasitas sebenarnya (real capacity) dari baterai laptop, dan secara otomatis men-setting ulang parameter-parameter yang berkaitan dengan baterai laptop tersebut.
    Cara ini sudah saya coba dengan laptop DELL 1464 dan terbukti berhasil dengan sukses. Jadi, Anda sekarang tidak perlu bingung lagi apabila mendapat notifikasi “consider replacing your battery” di laptop Anda.
    Read more »»  

    adab bertamu dan menerima tamu dalam islam


    Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarokatuh,

    إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صلى الله عليه وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين

    'Innalhamdalillaah, nahmaduhu wanasta’inuhu, wanastaghfiruh. Wana’udzubillaahiminsyururi anfusina waminsyay yiati a’malina, may yahdihillahu fala mudzillalah, wamay yut’lil fala hadziyalah. Asyhadu alailahaillallahu wah dahula syarikalah wa assyhadu anna muhammadan ‘abduhu warosuluh.Salallahu'alaihi wa 'ala alihi wa sahbihi wa man tabi'ahum bi ihsanin illa yaumiddiin'.

    Fainna ashdaqal hadits kitabaLLAH wa khairal hadyi hadyu Muhammad Salallahu'alaihiwassalam, wa syarral ‘umuri muhdatsatuha, Wa kullu muhdatsatin bid’ah wa kullu bid’atin dhalalah wa kullu dhalalatin fin nar… Ammaba’du
     

     
    Meminta ijin ketika masuk rumah

    Islam telah memberikan perhatian yang sangat besar pada masalah adab meminta ijin masuk rumah. Allah telah mengaturnya secara khusus sebagaimana firman-Nya :


    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ * فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فِيهَا أَحَدًا فَلَا تَدْخُلُوهَا حَتَّى يُؤْذَنَ لَكُمْ وَإِنْ قِيلَ لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا هُوَ أَزْكَى لَكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ * لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ مَسْكُونَةٍ فِيهَا مَتَاعٌ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا تَكْتُمُونَ

    "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum minta ijin dan memberikan salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. Jika kamu tidak menemui seorang pun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat ijin. Dan jika dikatakan kepadamu : “Kembali (saja)lah”; maka hendaknya kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Tidak ada dosa atasmu memasuki rumah yang tidak disediakan untuk didiami, yang di dalamnya ada keperluanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan”.[QS. An-Nuur : 27-29]


    Bahkan Allah telah memerintahkan kepada para orang tua untuk mendidik serta membiasakan anak semenjak usia dini agar meminta ijin ketika ingin memasuki kamar orang tuanya di tiga waktu khusus, sebagaimana firman Allah :


    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِيَسْتَأْذِنْكُمُ الَّذِينَ مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ وَالَّذِينَ لَمْ يَبْلُغُوا الْحُلُمَ مِنْكُمْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ مِنْ قَبْلِ صَلَاةِ الْفَجْرِ وَحِينَ تَضَعُونَ ثِيَابَكُمْ مِنَ الظَّهِيرَةِ وَمِنْ بَعْدِ صَلَاةِ الْعِشَاءِ ثَلَاثُ عَوْرَاتٍ لَكُمْ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلَا عَلَيْهِمْ جُنَاحٌ بَعْدَهُنَّ طَوَّافُونَ عَلَيْكُمْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمِ
    Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh di antara kamu, meminta ijin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu : sebelum sembahyang shubuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari, dan sesudah sembahyang ‘Isya’. (Itulah) tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. An-Nuur : 58).

    Akan tetapi bila telah menginjak usia baligh, maka ia harus meminta ijin kapan saja dan dimana saja, baik di dalam rumah ataupun di luar rumah, karena Allah telah berfirman :


    وَإِذَا بَلَغَ الْأَطْفَالُ مِنْكُمُ الْحُلُمَ فَلْيَسْتَأْذِنُوا كَمَا اسْتَأْذَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
    Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur baligh, maka hendaklah mereka meminta ijin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta ijin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. An-Nuur : 59).

    Secara lebih detail, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah menjelaskan adab dan etika meminta ijin melalui sunnah-sunnahnya, yang dapat dijabarkan sebagai berikut :


    Menyebutkan nama bagi orang yang meminta ijin dengan mengatakan,”Saya adalah Fulan”.

    Dari Jabir radliyallaahu ‘anhu ia berkata :

    أتيت النبي صلى الله عليه وسلم قد قمت الباب فقال : "من هذا ؟". فقلت : "أنا". فقال : "أنا أنا". كأنه كرهها
    Aku mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam maka aku mengetuk pintu. Lalu beliau bertanya : “Siapa?”. Maka aku menjawab : “Saya”. Lalu beliau berkata : “Saya, saya”. Sepertinya beliau tidak suka” (HR. Bukhari Muslim).

    Dari Abu Dzar radliyallaahu ‘anhu ia berkata :


    خرجت ليلة من الليالي فإذا رسول الله صلى الله عليه وسلم يمشي وحده فجعلت أمشي في ظل القمر فلتفت فرأني فقال : "من هذا؟". فقلت : "أبو ذر"
    "Aku keluar pada suatu malam, ternyata ada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sedang berjalan seorang diri. Maka aku sengaja berjalan di bawah cahaya bulan, lalu beliau menoleh dan melihatku. Maka beliau bertanya : “Siapa ?”. Aku menjawab : “Abu Dzarr” (HR. Bukhari Muslim).

    Meminta ijin tiga kali (dengan mengetuk pintu dan mengucapkan salam)

    Adab bagi seorang yang hendak bertamu adalah mengetuk pintu (hadits Jabir di atas) dengan pelan/tidak terlalu keras sambil minta ijin dengan mengucapkan salam.
    Dari Kildah bin Hanbal radliyallaahu ‘anhu ia berkata :


    دخلت عليه ولم أسلم فقال النبي صلى الله عليه وسلم : "ارجع !". فقال : السلام عليكم أأدخل ؟
    Aku mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam lalu aku masuk ke rumahnya tanpa mengucapkan salam. Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : ‘Keluar dan ulangi lagi dengan mengucapkan Assalamu’alaikum, boleh aku masuk?” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, dan ia – yaitu Tirmidzi – berkata : Hadits hasan).

    Dari Abi Musa Al-Asy’ary radliyallaahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda :

    الإستئذان ثلاثة، فإن أذن لك وإلا فارجع
    Minta ijin masuk rumah itu tiga kali, jika diijinkan untuk kamu (masuklah). Dan jika tidak, maka pulanglah” (HR. Muslim).

    Itulah adab syar’i yang mungkin “asing” di tengah kaum muslimin. Kita tidak perlu marah atau kesal jika pemilik rumah tidak memberi ijin dan menyuruh kita kembali pulang. Barangkali si pemilik rumah mempunyai hajat kesibukan atau udzur, sehingga tidak bisa melayani kedatangan tamu.

    Tidak menghadap ke arah pintu

    Ketika kita mengetuk pintu, dianjurkan untuk tidak menghadap ke arah pintu. Adab ini adalah untuk menghindari terlanggarnya kehormatan muslim lainnya dengan melihat sesuatu yang bukannya haknya untuk dilihat.

    Diriwayatkan dari Abdullah bin Bisyr radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :


    كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أتى باب قوم لم يستقبل الباب من تلقاء وجهه ولكن من ركنه لأيمن أو لأيسره ويقول : السلام عليكم السلام عليكم
    Apabila Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mendatangi pintu/rumah seseorang, beliau tidak berdiri di depan pintu. Akan tetapi di samping kanan atau di samping kiri. Kemudian beliau mengucapkan : Assalamu’alaikum Assalamu’alaikum” (HR. Abu Dawud).


    Tidak boleh melihat ke dalam rumah

    Poin ini merupakan kaitan dari poin di atas.

    Dari Hudzail ia berkata : “Seorang laki-laki – ‘Utsman bin Abi Syaibah menyebutkan laki-laki ini adalah Sa’ad bin Abi Waqqash radliyallaahu ‘anhu – berdiri di depan pintu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk meminta ijin. Ia berdiri tepat di depan pintu. – Utsman bin Abi Syaibah mengatakan : Berdiri mengahadap pintu - . Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya :


    هكذا عنك - هكذا - فإنما الإستئذان من النظر
    Menyingkirlah dari depan pintu, sesungguhnya meminta ijin itu disyari’atkan untuk menjaga pandangan mata” (HR. Abu Dawud).

    Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam juga bersabda :

    لو أن امرأ إطلع عليك بغير إذن فخذفته بحصاة ففقأت عينه ما كان عليك من جناح
    Sekiranya ada seseorang yang mengintip rumahmu tanpa ijin, lalu engkau melemparnya dengan batu sehingga tercungkil matanya, maka tidak ada dosa atasmu” (HR. Bukhari dan Muslim).(1)

    Inilah beberapa pokok-pokok adab Islam dalam minta ijin masuk rumah. Berikut hal- hal yang mesti diketahui juga tentang adab dalam bertamu.

    Memperbaiki Niat

    Tidak bisa dipungkiri bahwa niat merupakan landasan dasar dalam setiap amalan. Hendaklah setiap muslim yang akan bertamu, selain untuk menunaikan hajatnya, juga ia niatkan untuk menyambung silaturahim dan mempererat ukhuwah. Sehingga,… tidak ada satu amalan pun yang ia perbuat melainkan berguna bagi agama dan dunianya. Tentang niat ini Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

    إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امريء ما نوى

    Sesungguhnya seluruh amal perbuatan itu dengan niat dan setiap orang tergantung pada apa yang ia niatkan” (HR. Bukhari, Muslim dan selain keduanya).

    Ibnul-Mubarak berkata :

    رب عمل صغير تعظمه النية ورب عمل كبير تصغره النية

    Betapa amal kecil diperbesar oleh niatnya dan betapa amal besar diperkecil oleh niatnya” [Jaami’ul-Ulum wal-Hikam halaman 17 – Daarul-Hadits].

    Memberitahukan Perihal Kedatangannya (untuk Minta Ijin) Sebelum Bertamu

    Adab ini sangat penting untuk diperhatikan. Mengapa ? Karena tidak setiap waktu setiap muslim itu siap menerima tamu. Barangkali ia punya keperluan/hajat yang harus ditunaikan sehingga ia tidak bisa ditemui. Atau barangkali ia dalam keadaan sempit sehingga ia tidak bisa menjamu tamu sebagaimana dianjurkan oleh syari’at. Betapa banyak manusia yang tidak bisa menolak seorang tamu apabila si tamu telah mengetuk pintu dan mengucapkan salam padahal ia punya hajat yang hendak ia tunaikan. Allah telah memberikan kemudahan kepada kita berupa sarana-sarana komunikasi (surat, telepon, sms, dan yang lainnya) yang bisa kita gunakan untuk melaksanakan adab ini.

    Menentukan Awal dan Akhir Waktu Bertamu


    Adab ini sebagai alat kendali dalam mengefisienkan waktu bertamu. Tidak mungkin seluruh waktu hanya habis untuk bertamu dan melayani tamu. Setiap aktifitas selalu dibatasi oleh aktifitas lainnya, baik bagi yang bertamu maupun yang ditamui (tuan rumah). Apabila memang keperluannya telah usai, maka hendaknya ia segera berpamitan pulang sehingga waktu tidak terbuang sia-sia dan tidak memberatkan tuan rumah dalam pelayanan.

    Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

    فإذا قضى أحدكم نهمته من وجهه فليعجل إلى أهله
    Apabila salah seorang diantara kamu telah selesai dari maksud bepergiannya, maka hendaklah ia segera kembali menuju keluarganya” (HR. Bukhari dan Muslim).

    Berwajah Ceria dan Bertutur Kata Lembut dan Baik Ketika Bertemu

    Wajah muram dan tutur kata kasar adalah perangai yang tidak disenangi oleh setiap jiwa yang menemuinya. Allah telah memerintahkan untuk bersikap lemah lembut, baik dalam hiasan rona wajah maupun tutur kata kepada setiap bani Adam, dan lebih khusus lagi terhadap orang-orang yang beriman. Dia telah berfirman :


    وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ
    Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman” [QS. Al-Hijr : 88].

    Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata :

    ألن لهم جانبك, كقوله : لقد جاءكم رسول من أنفسكم عزيز عليه ما عنتم حريص عليكم بالمؤمنين رءوف رحيم
    Maksudnya bersikap lemah lembutlah kepada mereka sebagaimana firman Allah ta’ala : “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang kepada orang-orang beriman” (QS. At-Taubah : 128) [selesai perkataan Ibnu Katsir].

    Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

    لا تحقرن من المعروف شيئا ولو أن تلقى أخاك بوجه طلق
    Janganlah sekali-kali kamu meremehkan sedikitpun dari kebaikan-kebaikan, meskipun hanya kamu menjumpai saudaramu dengan muka manis/ceria” [HR. Muslim].

    Selain berwajah ceria dan bertutur kata lembut, yang lebih penting untuk diperhatikan adalah hendaklah ia berkata baik dan benar. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dengan tegas telah memberi peringatan :


    من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليصمت
    Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam” [HR. Bukhari, Muslim, dan selain keduanya. Hadits ini terdapat dalam Arba’in Nawawi nomor 15].

    Beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam menggandengkan kata iman dengan pilihan antara berbicara baik atau diam. Mafhumnya, jika seseorang tidak mengambil dua pilihan ini, maka ia dikatakan tidak beriman (dalam arti : tidak sempurna imannya). Hukum asal dari perbuatan adalah diam. Kalaupun ia ingin berkata, maka ia harus berkata dengan kata-kata yang baik. Sungguh rugi jika seseorang bertamu dan bermajelis dengan mengambil perkataan sia-sia lagi dosa seperti ghibah, namimah (adu domba), dan lainnya yang tidak menambah apapun dalam timbangan akhirat kelak kecuali dosa. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

    إن الرجل ليتكلم بالكلمة ما يتبين ما فيها يزل بها في النار أبعد ما بين المشرق والمغرب
    Sesungguhnya seseorang mengucapkan kata-kata, ia tidak menyangka bahwa ucapannya menyebabkan ia tergelincir di neraka yang jaraknya lebih jauh antara timur dan barat” [HR. Bukhari dan Muslim].

    Tidak Sering Bertamu

    Mengatur frekwensi bertamu sesuai dengan kebutuhan dapat menimbulkan kerinduan dan kasih-sayang. Hal itu merupakan sikap pertengahan antara terlalu sering dan terlalu jarang. Terlalu sering menyebabkan kebosanan. Sebaliknya, terlalu jarang mengakibatkan putusnya hubungan silaturahim dan kekeluargaan.

    Dianjurkan Membawa Sesuatu Sebagai Hadiah

    Memberi hadiah termasuk amal kebaikan yang dianjurkan. Sikap saling memberi hadiah dapat menimbulkan perasaan cinta dan kasih saying, karena pada dasarnya jiwa senang pada pemberian. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

    تهادوا تحابوا
    Berilah hadiah di antara kalian, niscaya kalian akan saling mencintai” [HR. Bukhari dalam Al-Adabul-Mufrad no. 594; dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwaa’ no. 1601].

    Tidak Boleh Seorang Laki-Laki Bertamu kepada Seorang Wanita yang Suaminya atau Mahramnya Tidak Ada di Rumah

    Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sangat keras menekankan pelarangan ini sebagaimana sabda beliau

    إياكم والدخول على النساء فقال رجل من الأنصار يا رسول الله أفرأيت الحمو قال الحمو الموت
    Janganlah sekali-kali menjumpai wanita”. Maka seorang laki-laki dari kaum Anshar bertanya : “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan Al-Hamwu?”. Beliau menjawab : “Al-Hamwu adalah maut” [HR. Bukhari dan Muslim].

    Imam Al-Baghawi dalam menerangkan hadits ini mengatakan : Al-Hamwu jamaknya Ahma’ yaitu keluarga laki-laki dari pihak suami dan keluarga perempuan dari pihak istri. Dan yang dimaksudkan di sini adalah saudara laki-laki suami (ipar) sebab dia bukan mahram bagi istri. Dan bila yang dimaukan adalah ayah suami sedang ayah suami adalah mahram, maka bagaimana lagi dengan yang bukan mahram ? [selesai].

    Tentang kalimat “Al-Hamwu adalah maut”; Ibnul-‘Arabi berkata : “Ini adalah kalimat yang diucapkan oleh orang Arab, sama dengan ungkapan : Serigala adalah maut. Artinya, bertemu serigala sama dengan bertemu maut”. (2)

    Berikut ini adalah adab-adab yang berkaitan dengan tamu dan bertamu. Pembahasan ini dibagi dalam dua bagian, yaitu adab bagi tuan rumah dan adab bagi tamu.

    Adab Bagi Tuan Rumah


    1. Ketika mengundang seseorang, hendaknya mengundang orang-orang yang bertakwa, bukan orang yang fajir (bermudah-mudahan dalam dosa), sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,


    لاَ تُصَاحِبْ إِلاَّ مُؤْمِنًا,وَلاَ يَأْكُلُ طَعَامَك َإِلاَّ تَقِيٌّ
    Janganlah engkau berteman melainkan dengan seorang mukmin, dan janganlah memakan makananmu melainkan orang yang bertakwa!” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

    2. Tidak mengkhususkan mengundang orang-orang kaya saja, tanpa mengundang orang miskin, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

    شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى لَهَا الأَغْنِيَاءُ ، وَيُتْرَكُ الْفُقَرَاءُ
    Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di mana orang-orang kayanya diundang dan orang-orang miskinnya ditinggalkan.” (HR. Bukhari Muslim)

    3. Tidak mengundang seorang yang diketahui akan memberatkannya kalau diundang.

    4. Disunahkan mengucapkan selamat datang kepada para tamu sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya tatkala utusan Abi Qais datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda,

    مَرْحَبًا بِالْوَفْدِ الَّذِينَ جَاءُوا غَيْرَ خَزَايَا وَلاَ نَدَامَى
    Selamat datang kepada para utusan yang datang tanpa merasa terhina dan menyesal.” (HR. Bukhari)

    5. Menghormati tamu dan menyediakan hidangan untuk tamu makanan semampunya saja. Akan tetapi, tetap berusaha sebaik mungkin untuk menyediakan makanan yang terbaik. Allah ta’ala telah berfirman yang mengisahkan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam bersama tamu-tamunya:

    فَرَاغَ إِلىَ أَهْلِهِ فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِيْنٍ . فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ آلاَ تَأْكُلُوْنَ
    Dan Ibrahim datang pada keluarganya dengan membawa daging anak sapi gemuk kemudian ia mendekatkan makanan tersebut pada mereka (tamu-tamu Ibrahim-ed) sambil berkata: ‘Tidakkah kalian makan?’” (Qs. Adz-Dzariyat: 26-27)

    6. Dalam penyajiannya tidak bermaksud untuk bermegah-megah dan berbangga-bangga, tetapi bermaksud untuk mencontoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Nabi sebelum beliau, seperti Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Beliau diberi gelar “Abu Dhifan” (Bapak para tamu) karena betapa mulianya beliau dalam menjamu tamu.

    7. Hendaknya juga, dalam pelayanannya diniatkan untuk memberikan kegembiraan kepada sesama muslim.


    8. Mendahulukan tamu yang sebelah kanan daripada yang sebelah kiri. Hal ini dilakukan apabila para tamu duduk dengan tertib.

    9. Mendahulukan tamu yang lebih tua daripada tamu yang lebih muda, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:


    مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيُجِلَّ كَبِيْرَنَا فَلَيْسَ مِنَّا
    Barang siapa yang tidak mengasihi yang lebih kecil dari kami serta tidak menghormati yang lebih tua dari kami bukanlah golongan kami.” (HR Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad). Hadits ini menunjukkan perintah untuk menghormati orang yang lebih tua.

    10. Jangan mengangkat makanan yang dihidangkan sebelum tamu selesai menikmatinya.


    11. Di antara adab orang yang memberikan hidangan ialah mengajak mereka berbincang-bincang dengan pembicaraan yang menyenangkan, tidak tidur sebelum mereka tidur, tidak mengeluhkan kehadiran mereka, bermuka manis ketika mereka datang, dan merasa kehilangan tatkala pamitan pulang.


    12. Mendekatkan makanan kepada tamu tatkala menghidangkan makanan tersebut kepadanya sebagaimana Allah ceritakan tentang Ibrahim ‘alaihis salam,


    فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ
    Kemudian Ibrahim mendekatkan hidangan tersebut pada mereka.” (Qs. Adz-Dzariyat: 27)

    13. Mempercepat untuk menghidangkan makanan bagi tamu sebab hal tersebut merupakan penghormatan bagi mereka.


    14. Merupakan adab dari orang yang memberikan hidangan ialah melayani para tamunya dan menampakkan kepada mereka kebahagiaan serta menghadapi mereka dengan wajah yang ceria dan berseri-seri.


    15. Adapun masa penjamuan tamu adalah sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,


    الضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ أَيَّامٍ وَجَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيَْلَةٌ وَلاَ يَحِلُّ لِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يُقيْمَ عِنْدَ أَخِيْهِ حَتَّى يُؤْثِمَهُ قاَلُوْا يَارَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ يُؤْثِمَهُ؟ قَالَ :يُقِيْمُ عِنْدَهُ وَلاَ شَيْئَ لَهُ يقْرِيْهِ بِهِ
    Menjamu tamu adalah tiga hari, adapun memuliakannya sehari semalam dan tidak halal bagi seorang muslim tinggal pada tempat saudaranya sehingga ia menyakitinya.” Para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana menyakitinya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Sang tamu tinggal bersamanya sedangkan ia tidak mempunyai apa-apa untuk menjamu tamunya.

    16. Hendaknya mengantarkan tamu yang mau pulang sampai ke depan rumah.


    Adab Bagi Tamu


    1. Bagi seorang yang diundang, hendaknya memenuhinya sesuai waktunya kecuali ada udzur, seperti takut ada sesuatu yang menimpa dirinya atau agamanya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

    مَنْ دُعِىَ فَلْيُجِبْ

    Barangsiapa yang diundang maka datangilah!” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

    وَمَنْ تَرَكَ الدَّعْـوَةَ فَقَدْ عَصَى اللهَ وَرَسُوْلَهُ

    Barang siapa yang tidak memenuhi undangan maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari)

    Untuk menghadiri undangan maka hendaknya memperhatikan syarat-syarat berikut
    • Orang yang mengundang bukan orang yang harus dihindari dan dijauhi.
    • Tidak ada kemungkaran pada tempat undangan tersebut.
    • Orang yang mengundang adalah muslim.
    • Penghasilan orang yang mengundang bukan dari penghasilan yang diharamkan. Namun, ada sebagian ulama menyatakan boleh menghadiri undangan yang pengundangnya berpenghasikan haram. Dosanya bagi orang yang mengundang, tidak bagi yang diundang.
    • Tidak menggugurkan suatu kewajiban tertentu ketika menghadiri undangan tersebut.
    • Tidak ada mudharat bagi orang yang menghadiri undangan.

    2. Hendaknya tidak membeda-bedakan siapa yang mengundang, baik orang yang kaya ataupun orang yang miskin.

    3. Berniatlah bahwa kehadiran kita sebagai tanda hormat kepada sesama muslim. Sebagaimana hadits yang menerangkan bahwa, “Semua amal tergantung niatnya, karena setiap orang tergantung niatnya.” (HR. Bukhari Muslim)

    4. Masuk dengan seizin tuan rumah, begitu juga segera pulang setelah selesai memakan hidangan, kecuali tuan rumah menghendaki tinggal bersama mereka, hal ini sebagaimana dijelaskan Allah ta’ala dalam firman-Nya:

    يَاأََيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ تَدْخُـلُوْا بُيُـوْتَ النَّبِي ِّإِلاَّ أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَى طَـعَامٍ غَيْرَ نَاظِـرِيْنَ إِنهُ وَلِكنْ إِذَا دُعِيْتُمْ فَادْخُلُوْا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِـرُوْا وَلاَ مُسْتَئْنِسِيْنَ لِحَدِيْثٍ إَنَّ ذلِكُمْ كَانَ يُؤْذِى النَّبِيَّ فَيَسْتَحِي مِنْكُمْ وَاللهُ لاَ يَسْتَحِي مِنَ اْلحَقِّ
    Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak makanannya! Namun, jika kamu diundang, masuklah! Dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa memperpanjang percakapan! Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi. Lalu, Nabi malu kepadamu untuk menyuruh kamu keluar. Dan Allah tidak malu menerangkan yang benar.” (Qs. Al Azab: 53)

    5. Apabila kita dalam keadaan berpuasa, tetap disunnahkan untuk menghadiri undangan karena menampakkan kebahagiaan kepada muslim termasuk bagian ibadah. Puasa tidak menghalangi seseorang untuk menghadiri undangan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

    إذَا دُعِىَ أَحَدُكُمْ فَلْيُجِبْ فَإِنْ كَانَ صَاِئمًا فَلْيُصَِلِّ وِإِنْ كَانَ مُفْـطِرًا فَلْيُطْعِمْ
    Jika salah seorang di antara kalian di undang, hadirilah! Apabila ia puasa, doakanlah! Dan apabila tidak berpuasa, makanlah!” (HR. Muslim)

    6. Seorang tamu meminta persetujuan tuan untuk menyantap, tidak melihat-lihat ke arah tempat keluarnya perempuan, tidak menolak tempat duduk yang telah disediakan.


    7. Termasuk adab bertamu adalah tidak banyak melirik-lirik kepada wajah orang-orang yang sedang makan.


    8. Hendaknya seseorang berusaha semaksimal mungkin agar tidak memberatkan tuan rumah, sebagaimana firman Allah ta’ala dalam ayat di atas: “Bila kamu selesai makan, keluarlah!” (Qs. Al Ahzab: 53)

    9. Sebagai tamu, kita dianjurkan membawa hadiah untuk tuan rumah karena hal ini dapat mempererat kasih sayang antara sesama muslim,
    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berilah hadiah di antara kalian! Niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari)

    10. Jika seorang tamu datang bersama orang yang tidak diundang, ia harus meminta izin kepada tuan rumah dahulu, sebagaimana hadits riwayat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:

    كَانَ مِنَ اْلأَنْصَارِ رَجـُلٌ يُقَالُ لُهُ أَبُوْ شُعَيْبُ وَكَانَ لَهُ غُلاَمٌ لِحَامٌ فَقَالَ اِصْنَعْ لِي طَعَامًا اُدْعُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَامِسَ خَمْسَةٍ فَدَعَا رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَامِسَ خَمْسَةٍ فَتَبِعَهُمْ رَجُلٌ فَقَالَ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّكَ دَعَوْتَنَا خَامِسَ خَمْسَةٍ وَهذَا رَجُلٌ قَدْ تَبِعَنَا فَإِنْ شِئْتَ اْذَنْ لَهُ وَإِنْ شِئْتَ تَرَكْتُهُ قَالَ بَلْ أَذْنْتُ لَهُ
    Ada seorang laki-laki di kalangan Anshor yang biasa dipanggil Abu Syuaib. Ia mempunyai seorang anak tukang daging. Kemudian, ia berkata kepadanya, “Buatkan aku makanan yang dengannya aku bisa mengundang lima orang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengundang empat orang yang orang kelimanya adalah beliau. Kemudian, ada seseorang yang mengikutinya. Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Engkau mengundang kami lima orang dan orang ini mengikuti kami. Bilamana engkau ridho, izinkanlah ia! Bilamana tidak, aku akan meninggalkannya.” Kemudian, Abu Suaib berkata, “Aku telah mengizinkannya.”" (HR. Bukhari)

    11. Seorang tamu hendaknya mendoakan orang yang memberi hidangan kepadanya setelah selesai mencicipi makanan tersebut dengan doa:


    أَفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُوْنَ, وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ اْلأَبْرَارَ,وَصَلَّتْ عَلَيْكُمُ اْلمَلاَئِكَةُ
    Orang-orang yang puasa telah berbuka di samping kalian. Orang-orang yang baik telah memakan makanan kalian. semoga malaikat mendoakan kalian semuanya.” (HR Abu Daud, dishahihkan oleh Al Albani)

    اَللّهُـمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِي, وَاْسقِ مَنْ سَقَانِي
    Ya Allah berikanlah makanan kepada orang telah yang memberikan makanan kepadaku dan berikanlah minuman kepada orang yang telah memberiku minuman.” (HR. Muslim)


    اَللّهُـمَّ اغْـفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ وَبَارِكْ لَهُمْ فِيْمَا رَزَقْتَهُمْ
    Ya Allah ampuni dosa mereka dan kasihanilah mereka serta berkahilah rezeki mereka.” (HR. Muslim)

    12. Setelah selesai bertamu hendaklah seorang tamu pulang dengan lapang dada, memperlihatkan budi pekerti yang mulia, dan memaafkan segala kekurangan tuan rumah.
    Diambil dari berbagai sumber terpoercaya,Insya Allah.


    Wallahu a’lam
    (artinya: “Dan Allah lebih tahu atau Yang Maha tahu atau Maha Mengetahui)
    “Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu alla ilaha illa Anta astaghfiruka wa atubu ilaik (Maha Suci Engkau ya Allah dan segala puji untuk-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah selain Engkau, saya meminta ampunan dan bertaubat kepada-Mu).”
    "Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarokatuh,.
    Read more »»  

    Adab dan Tatacara Ziarah Kubur

    "Bagi Sebagian Orang Mohon Petunjuk di Kuburan Kerap Sekali dilakukan, akan tetapi jika Aqidah kita masih lemah lebih baik jangan pergi ke kuburan karena jika kita meminta selain Kepada Alloh SWT akan Menjadi Musyrik"
     
    Ziarah Kubur bisa menjadi Solusi Untuk Mendekatkan diri (taqorub) Kepada Alloh SWT di Tempat Orang Orang Shaleh, karena Sesungguhnya mencari ketenangan dan kedamaian dalam taqorub itu yang lebih utama, selain untuk mentafakuri betapa Orang yg kita Ziarahi itu sangat memerlukan Do'a Do'a kita dan kita akan seperti Mereka (Meninggal) yang lebih utama lagi Kepada Kedua Orang Tua baik yang masih Hidup atau yang telah tiada agar hati kita selalu mengingat Alloh SWT.  Sebelum Anda Melalukannya fahamilah dan Pertebal Aqidahnya lewat Penjelasan dibawah ini:
    ARTI ZIARAH KUBUR

    Kata-kata ziarah menurut arti bahasanya adalah menengok. Ziarah kubur artinya menengok kubur. Ziarah ke makam orang tua artinya menengok kemakam orang tua, ziarah ke makam wali artinya menengok ke makam wali, ziarah ke makam pahlawan artinya menengok ke makam pahlawan.
    Menurut syariat Agama Islam, ziarah kubur itu bukan hanya sekedar menengok kubur, bukan sekedar menengok kemakam orang tua, bukan sekedar menengok makam wali, bukan hanya sekedar menengok makam pahlawan, bukan pula untuk sekedar tahu dan mengerti dimana seseorang dikuburkan, atau bukan hanya sekedar mengetahui keadaan kubur atau makam, akan tetapi kedatangan seseorang ke kubur atau ke makam dengan maksud untuk berziarah adalah mendo’akan kepada yang dikubur atau yang dimakamkan dan mengirim do’a untuknya dengan pahala dari bacaan ayat-ayat Qur’an dan kalimat Thoyibah, seperti bacaan Tahlil, Tahmid, Tasbih, Sholawat dll. Dan perlu diketahui ziarah kubur bukan untuk mintak kepada yang dikubur, melainkan justru kitalah yang mendo’akan dan mengirim pahala dari bacaan-bacaan thoyibah kepada mereka yang telah dikubur.
    Dengan demikian, jelaslah bahwa ziarah kubur menurut Syariat Agama Islam adalah termasuk amal perbuatan yang baik.

    Abu ‘Abdillah Muhammad bin Abu Bakr Az Zur’i rahimahullah pernah berkata, “Memuliakan mayit yang berada di kubur serupa dengan memuliakannya di rumah yang ditempati semasa hidupnya di dunia, karena kubur yang dia tempati saat ini telah menjadi kediaman (baru) baginya”[1].
    Kita layak memperhatikan apa yang beliau katakan. Perkataan beliau tersebut menunjukkan seorang muslim meski telah wafat, berhak untuk mendapatkan perlakuan santun dari saudaranya yang masih hidup sebagaimana perlakuan tersebut ia dapatkan semasa hidupnya di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang santun dan sangat memperhatikan hak-hak sesama penganutnya, meskipun mereka tidak lagi hidup di dunia ini.
    Faktor yang memperkuat kenyataan tersebut adalah Islam telah mengatur berbagai adab yang berkaitan dengan praktek ziarah kubur, setiap muslim sepatutnya memperhatikan berbagai adab tersebut. oleh karena itu, secara ringkas akan kami paparkan beberapa adab ziarah kubur yang dapat kami kumpulkan disertai dengan berbagai dalil dari al Qur-an dan sunnah nabi yang shahih diiringi dengan pernyataan para ulama. Berikut beberapa adab ziarah kubur yang berhasil kami kumpulkan.
    * Ikhlas dan Mengharapkan Pahala dari Ziarah Kubur yang akan Dilakukan
    Seyogyanya setiap muslim menyadari bahwa ziarah kubur merupakan ibadah karena pelaksanaannya diperintahkan oleh nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang telah kita ketahui.
    “Kamu menganggapnya suatu yang sepele, padahal dia di sisi Allah adalah besar” (An Nuur: 15).
    Oleh sebab itu, ziarah tersebut diniatkan untuk mendapatkan pahala dan bukan diiringi dengan tendensi-tendensi tertentu. Betapa banyak peziarah tidak menyadari hal ini sehingga dirinya terluput dan terhalang untuk mendapatkan pahala.
    وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ (١٥)
    * Mengucapkan salam kepada Penghuni Kubur
    Dianjurkan bagi peziarah untuk mengucapkan salam kepada para penghuni kubur tatkala memasuki areal pekuburan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menuntunkan ucapan salam tersebut dalam beberapa hadits beliau, diantaranya,
    اَلسَّلاَمُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَلاَحِقُوْنَ
    “Semoga keselamatan tercurah kepadamu, wahai kaum muslimin dan mukminin. Semoga Allah memberikan rahmat kepada mereka yang telah mendahului kami maupun yang akan menyusul, dan kami insya Allah akan menyusul kalian.”[2].
    اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوُمِ مُؤْمِنِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ
    “Semoga keselamatan tercurah kepada kalian, wahai penghuni kampong kediaman kaum mukminin. Kami insya Allah akan segera menyusul kalian.”[3].
    اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وِالْمُسْلِمِيْنَ وِإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ . نَسْأَلُ اللهِ لَنَا وَلَكُمُ العَافِيَةَ
    “Semoga keselamatan tercurah kepada kalian, penghuni kampong kediaman, dari kalangan muslimin dan mukminin. Ssungguhnya kami akan menyusul kalian. Kami memohon kepada Allah agar keselamatan diberikan kepada kami serta kalian.”[4].
    Namun, tidak disyari’atkan mengucapkan salam tatkala berziarah ke pekuburan orang kafir. Bahkan disyari’atkan untuk memberitakan kepada mereka bahwa adzab neraka akan segera mereka dapatkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berpesan pada seorang Badui dengan sabda beliau,
    حيث ما مررت بقبر كافر فبشره بالنار
    “Kabarkanlah kepada orang kafir bahwa neraka telah menanti jika engkau melewati kuburnya”.
    Tatkala Badui tersebut telah masuk Islam, maka diapun mengatakan,
    لقد كلفني رسول الله صلى الله عليه وسلم تعبا ما مررت بقبر كافر إلا بشرته بالنار
    “Sungguh rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan tugas yang membuatku capek. (Sejak beliau memerintahkanku), saya mengabarkan bahwa adzab neraka telah menanti setiap kali diriku melewati kubur orang kafir”[5]
    * Melepas Sandal dan Tidak Berjalan di Atas Kubur
    Peziarah diharuskan melepas sandal ketika memasuki areal pekuburan dan tidak berjalan di atas kubur sebagai bentuk penghormatan kepada saudaranya sesama kaum muslimin yang telah wafat. Hal ini dinyatakan dalam hadits Basyir bin Ma’bad radhiallahu ‘anhu, “Pada suatu hari saya berjalan bersama rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tiba-tiba beliau melihat seorang yang berjalan di areal pekuburan dengan memakai sandal, maka beliau menegurnya, “Yaa shahibas sibtiyyatain (wahai yang menggunakan dua sandal), celaka engkau, lepaskan sandalmu!” Orang tersebut melongok kepada yang menegurnya, tatkala dia mengetahui orang tersebut adalah rasulullah, serta merta dia mencopot kedua sandalnya.”[6].
    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
    لأن أمشي على جمرة أو سيف أو أخصف نعلي برجلي أحب إلي من أن أمشي على قبر مسلم . وما أبالي أوسط القبور قضيت حاجتي أو وسط السوق
    “Sungguh, aku berjalan di atas bara api atau pedang, atau aku ikat sandalku dengan kakiku lebih aku sukai daripada berjalan di atas kubur seorang muslim. Dalam pandanganku, kejelekannya sama saja, buang hajat di tengah kubur atau di tengah pasar.”[7].
    Abu Dawud rahimahullah berkata,
    “Aku melihat Imam Ahmad, jika beliau mengiringi jenazah dan telah mendekati areal pekuburan, beliau melepas kedua sandalnya.”[8].
    Al ‘Allamah Abu ‘Abdillah Muhammad bin Abu Bakr Az Zur’i rahimahullah mengatakan,
    “Siapapun yang merenungkan larangan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk duduk di atas kubur, bersandar dan berjalan di atasnya, tentu dia akan mengetahui bahwasanya larangan tersebut bertujuan untuk menghormati para penghuni kubur sehingga manusia tidak menginjakkan kaki pada kepala mereka dengan sandal. Oleh sebab itu, beliau pun melarang untuk buang air di antara kuburan dan memberitakan bahwa duduk di atas bara api hingga membakar baju itu lebih baik ketimbang duduk di atas kubur. Hal ini tentunya lebih ringan daripada berjalan diantara kuburan dengan menggunakan sandal. Kesimpulannya: wajib menghormati mayit yang mendiami kuburnya sebagaimana penghormatan tersebut dilakukan di rumah yang dikediami semasa hidupnya. Sesungguhnya kubur tersebut telah menjadi kediaman baginya.” [9].
    * Mendo’akan Ampunan bagi Mayit, Tidak Mendo’akan Keburukan atau Mencelanya
    Dari penjelasan pengarang Zaadul Ma’ad yang telah lewat mengenai tata cara ziarah kubur nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kita temukan bahwa peziarah dianjurkan untuk mendo’akan ampunan bagi mayit, sebagaimana hal ini juga terkandung dalam salam yang diucapkan ketika memasuki pekuburan.
    Tidak boleh bagi peziarah untuk mendo’akan keburukan bagi saudaranya yang telah wafat.
    Terdapat hadits yang menyatakan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a bagi penghuni kubur. Dari ‘Aisyah radliallahu ‘anha, dirinya berkata, “Pada suatu malam, rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari rumah. Maka aku mengutus Barirah untuk membuntuti beliau, agar dirinya mengetahui kemana gerangan beliau pergi.” Aisyah melanjutkan, “Ternyata beliau pergi ke pemakaman Baqi’ul Gharqad. Beliau berdiri di ujung pemakaman tersebut sembari mengangkat tangannya (untuk berdo’a), kemudian beliau pun pergi. Barirah pun kembali dan memberitahukan hal tersebut kepadaku. Tatkala pagi menjelang, aku pun bertanya kepada beliau, “Wahai rasulullah, kemanakah gerangan engkau semalam?” Aku diperintahkan untuk pergi ke pekuburan al Baqi’ untuk mendo’akan mereka.”[10].
    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
    لا تسبوا الأموات فإنهم قد أفضوا إلى ما قدموا
    “Janganlah kalian mencela orang yang telah wafat. Sesungguhnya mereka telah mendapatkan ganjaran atas apa yang telah mereka perbuat.”[11].
    * Mengambil Pelajaran dari Ziarah Tersebut
    Hal ini tuntutan dari hikmah pensyari’atan ziarah kubur, yaitu untuk mengingatkan peziarah akan kematian yang akan menjemput dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat yang akan dijalani serta berlaku zuhud di dunia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
    ألا فزوروها فإنها ترق القلب، وتدمع العين، وتذكر الاخرة
    “Ziarahilah kubur, sesungguhnya hal itu dapat melembutkan hati, meneteskan air mata dan mengingatkan pada kehidupan akhirat”[12].
    * Tidak Bercanda ketika Berziarah Kubur
    Ziarah kubur dilakukan untuk mengingatkan peziarah terhadap kehidupan akhirat bahwa dirinya akan mengalami kematian seperti yang dialami penghuni kubur. Tidak selayaknya jika peziarah malah bercanda, melakukan guyon di areal pekuburan karena hal tersebut bertentangan dengan tujuan pensyari’atan ziarah kubur, melalaikan hati dan salah satu bentuk ketidaksopanan terhadap penghuni kubur dari kalangan kaum muslimin. Ash Shan’ani mengatakan, “Seluruh hadits ini menunjukkan pensyari’atan ziarah kubur serta memuat penjelasan hikmah di balik hal tersebut, yaitu agar mereka dapat mengambil pelajaran tatkala berziarah kubur. Dalam lafadz hadits Ibnu Mas’ud disebutkan hikmah tersebut, yaitu untuk pelajaran, mengingatkan pada akhirat dan agar peziarah senantiasa berlaku zuhud di dunia. Apabila ziarah kubur dilakukan dengan tujuan selain ini, maka ziarah yang dilakukan tergolong sebagai perbuatan yang tidak sesuai dengan syari’at.”[13].
    * Menjauhi Perkataan-perkataan Batil seperti Meratap atau Menangis dengan Meraung-raung
    Boleh bagi peziarah untuk menangis jika teringat akan kebaikan mayit atau semisalnya berdasarkan hadits Anas bin Malik radliallahu ‘anhu, dia berkata,
    “Aku turut menghadiri pemakaman anak perempuan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan beliau duduk di samping kuburnya. Aku melihat kedua mata beliau mengucurkan air mata.”[14].
    Terdapat juga atsar dari Hani, maula Utsman radliallahu ‘anhu yang menyatakan bahwa Utsman sering menangis apabila melewati areal pekuburan[15].
    Namun yang harus dihindari jangan sampai tangisan tersebut justru membuat dirinya meratap, mengucapkan atau melakukan perbuatan yang mengundang kemurkaan Allah ta’ala dan menghilangkan kesabaran sehingga menampakkan bahwa dirinya tidak menerima ketetapan Allah.
    Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
    من نيح عليه فإنه يعذب بما نيح عليه يوم القيام
    “Barangsiapa yang ditangisi dan diiringi dengan ratapan, maka ia akan merasa tersiksa pada hari kiamat kelak disebabkan ratapan tersebut.”[16].
    Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
    إن الله لا يعذب بدمع العين ولا بحزن القلب ولكن يعذب بهذا – وأشار إلى لسانه
    “Sesungguhnya Allah tidaklah mengadzab disebabkan bercucurnya air mata atau bersedihnya hati. Namun Allah membuatnya tersiksa dengan sebab (ratapan) yang diucapkan oleh lisan seseorang-beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berisyarat dengan menunjuk lisannya.”[17].
    Imam asy Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Akan tetapi tidak boleh mengatakan perkataan yang terlarang di samping kubur, seperti menyumpah serapahi diri sendiri atau meratap. Namun, jika anda berziarah untuk memintakan ampun bagi mayit, melembutkan hati anda dan mengingat akirat, maka hal ini tidak aku benci.”[18].
    Demikianlah uraian yang dapat kami sampaikan pada kesempatan ini. Semoga bermanfaat bagi diri kami pribadi dan sidang pembaca.
    Selesai diedit kembali
    Gedong Kuning, Yogyakarta, 12 Rabi’uts Tsani 1430.
    [1] Tahzib ‘Aunul Ma’bud 7/216; Asy Syamilah.
    [2] HR. Muslim nomor 974, An Nasaai 2037, Al Baihaqi nomor 7003, Abdurrazzaq nomor 6722
    [3] HR. Muslim nomor 249
    [4] HR. Ibnu Majah nomor 1547 dengan sanad yang shahih
    [5] HR. Ath Thabrani dalam Al Mu’jamul Kabir 1/145, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Ahkaamul Janaaiz hal. 251
    [6] HR. Abu Dawud nomor 3230 dengan sanad hasan
    [7] HR. Ibnu Majah nomor 1567 dengan sanad yang shahih
    [8] Al Masaail hal. 158, dinukil dari Ahkaamul Janaaiz hal. 253
    [9] Aunul Ma’bud 7/216
    [10] HR. Ahmad nomor 24656 dengan sanad yang shahih, lihat Ash Shahihah nomor 1774
    [11] HR. Bukhari nomor 1329
    [12] HR. Hakim 1/376 dan selainnya dengan sanad hasan, lihat Ahkamul Janaiz hal.180
    [13] Subulus Salam 2/162
    [14] HR. Bukhari nomor 1291, Muslim nomor 933
    [15] HR. Ibnu Majah nomor 4267 dengan sanad yang hasan
    [16] HR. Muslim nomor 933
    [17] HR. Bukhari nomor 1304
    [18] al Umm 1/317
    Read more »»  

    Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Islam

    1. Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21)
    2. Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya.
    (An-Nisa’: 19 - Al- Hujuraat: 10)
    3. Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’:19)
    4. Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)
    SUAMI KEPADA ISTRI
    1. Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-aubah: 24)
    2. Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah dan Rasul-Nya.
    (At-Taghabun: 14)
    3. Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan: 74)
    4. Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah (makan, pakaian,
    tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu.
    (AI-Ghazali)
    5. Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan:
    (a) Memberi nasehat,
    (b) Pisah kamar,
    (c)Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan.
    (An-Nisa’: 34) …
    ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
    6. Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling ramah
    terhadap istrinya/keluarganya.(Tirmudzi)
    7. Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq: 7)
    8. Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
    9. Suami hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya terkadang
    menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan
    Bashri)
    10.Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Ya’la)
    11.Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa kasar dan
    zhalim.(An-Nisa’: 19)
    12.Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan,memberinya pakaian, tidak memukul wajahnya,
    tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).
    13.Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya untuk
    selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6,Muttafaqun Alaih)
    14.Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan denganwanita (hukum-hukum haidh,
    istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
    15.Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)
    16.Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)
    17.Apabila istri tidak mentaati suami(durhaka kepada suami), maka suami wajib mendidiknya dan
    membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)
    18.Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada istrinya. (AI-
    Baqarah: ?40)
    ISTRI KEPADA SUAMI
    1. Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah pemimpin kaum
    wanita. (An-Nisa’: 34)
    2. Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada istri. (Al-
    Baqarah: 228)
    3. Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’:39)
    4. Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah:
    a. Menyerahkan dirinya,
    b. Mentaati suami,
    c. Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya,
    d. Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami,
    e. Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)
    5. Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam kesibukan. (Nasa’ i,
    Muttafaqun Alaih)
    6. Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu sang istri
    menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami meridhainya. (Muslim)
    7. Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni dosa-dosa seorang
    Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi)
    8. Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam keridhaan
    suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)
    9. Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: “Seandainya dibolehkan sujud
    sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada suaminya. .. (Timidzi)
    10.Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)
    11.Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami(Thabrani)
    12.Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat suami tidak di
    rumah). (An-Nisa’: 34)
    13.Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu:
    (1) Banyak anak
    (2) Sedikit harta
    (3) Tetangga yang buruk
    (4) lstri yang berkhianat.
    (Hasan Al-Bashri)
    14.Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat bulan sepuluh hari.
    (Muttafaqun Alaih)
    15.Wanita dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluannya. (An-Nur:
    30-31)
    ISTRI SHOLEHAH
    1. Apabila’ seorang istri, menjaga shalat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramddhan, memelihara
    kemaluannya, dan mentaati suaminya, niscaya Allah swt. akan memasukkannya ke dalam surga. (Ibnu
    Hibban)
    2. Istri sholehah itu lebih sering berada di dalam rumahnya, dan sangat jarang ke luar rumah. (Al-
    Ahzab : 33)
    3. Istri sebaiknya melaksanakan shalat lima waktu di dalam rumahnya. Sehingga terjaga dari fitnah.
    Shalatnya seorang wanita di rumahnya lebih utama daripada shalat di masjid, dan shalatnya wanita di
    kamarnya lebih utama daripada shalat di dalam rumahnya. (lbnu Hibban)
    4. Hendaknya menjadikan istri-istri Rasulullah saw. sebagai tauladan utama.
    Semoga catatan ini dapat memberikan manfaat dan wawasan “indahnya berumah tangga” dalam Islam….
    Amiin..
    Read more »»  

    Senin, 08 April 2013

    Sedekah Demi Cita - Cita

    Sedekah Demi Cita - Cita

    Dialog Sedekah oleh Ustad Yusuf Mansur
    Sumber: Tabloid Nurani Edisi 533 Tahun X Minggu ke 2 bulan April 2011

    Tanya:

    Assalamualaikum wr wb
    Ustad Yusuf Mansur yang saya kagumi, saya mau tanya, apakah sedekah juga bisa memudahkan kita mewujudkan citia-cita saya? Saya masih duduk di semester awal di salah satu kampus di Solo

    Saya ingin kelak setelah lulus, saya menjadi pengusaha yang sukses. Apakah salah jika saya bersedekah dengan niatan agar cita-cita menjadi pengusaha dapat terwujud. Mohon penjelasannya.

    Wassalamualaikum wr wb

    Mohammad Rifai
    Boyolali, Jawa Tengah

    Jawab:

    Wa'alaikumsalam wr wb
    Saudara Rifai yang dirahmati Allah, kebanyakan dari kita kalau mempunyai keinginan. Entah itu ingin usaha atau ingin punya rumah atau keinginan lainnya yang menjadi cita-cita. Biasanya kita hanya mengandalkan diri sendiri dan melakukannya sendiri. 

    Saya menyarankan, sebaiknya bila kita mempunyai keinginan atau cita-cita cobalah untuk bermitra dengan Allah SWT Yang Maha Menciptakan segala sesuatu, Yang Maha Mengabulkan semua doa, Insya Allah cita-cita kita akan lebih cepat tercapai.

    Saya mencontohkan, seperti kisah seorang pengusaha dari Tasik. Pada awalnya, pengusaha ini menganggap bahwa yang penting dalam berusaha itu adalah membayar gaji karyawan dan kerjakan dengan sebaik-baiknya dan selesai. Namun dengan berjalannya waktu, si pengusaha ini mengalami banyak sekali hambatan dan cobaan

    Diantara hambatan dan cobaan itu adalah dia pernah ditinggal seluruh karyawannya padahal pekerjaannya belum selesai. AKhirnya pengusaha ini berinteropeksi diri, kira-kira apa yang salah dalam usahanya

    Kemudian dia terpikir untuk melakukan sedekah sedikit demi sedikit. Pada awalnya dia sedekah ke panti asuhan dan anak yatim dari sebagian hartanya. Ternyata tidak seberapa lama omset penjualannya meningkat secara tajam. Sungguh si pengusaha ini merasa betapa Allah memudahkan jalan bagi hambanya yang sedekah dan meminta bantuan kepada Nya. Sejak saat itu si pengusaha semakin rajin sedekah

    Akhirnya pengusaha ini bisa mendirikan sebuah pondok pesantren yang mempunyai santri sebanyak 500 orang. Semua biaya ditanggung oleh si pengusaha. Dia ingin, bila pondok pesantren itu bisa mandiri dan tidak meminta-minta di jalan - jalan. Akhirnya memang sampai sekarang pondok pesantren tersebut bisa mandiri

    Di dalam sedekah, adakalanya memang tidak langsung dikabulkan keinginannya. Kadang seseorang sudah sedekah pertama kali, sudah sholat Tahajud, sudah sholat Dhuha, namun belum juga terkabul. Kemudian dia tetap sabar dan melakukan sedekah lagi, sampai yang kedua kali, ketiga kali dan keempat kali sambil tetap rajin shalat Dhuha

    Akhirnya, setelah sedekah yang keempat, tiba-tiba saja si orang tersebut mendapatkan rejeki yang berlipat-lipat. Seolah-olah menjawab sedekahnya yang pertama, kedua, ketiga dan keempat. Demikianlah Allah sebenarnya Maha Mendengar doa hamba Nya. Namun biasanya dikabulkan pada saat yang benar-benar tepat.

    Jika anda sudah melakukan sedekah dengan ihklas dan belum memperoleh apa yang anda inginkan, bersabarlah dan teruslah melakukan sedekah dan beribadah kepada Nya. Saya yakin suatu saat Allah akan mewujudkannya

    Wujudkanlah setiap cita-cita anda dengan sedekah. Karena dengan sedekah, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini bagi Allah.
    Read more »»  

    Shalat Dhuha

    Penjelasan Shalat Dhuha Menurut Ustad Yusuf Mansur



    Berikut ini tausiah Ustad Yusuf Mansur melalui twitter. Semoga membawa kebaikan untuk kita semua.  Jika ada kebaikan, silakan disebarkan agar menjadi amal jariyah untuk kita, ilmu yang bermanfaat tidak akan pernah sirna dan Insya ALLAH menjadi tabungan kebaikan kita kelak.

    Ada yang tahu tidak kalau shalat dhuha itu HUTANG kita ke ALLAH SWT? Hutang 2 rakaat sehari. Yang kalau tidak dibayar, maka numpuk. Loh Loh, kan sunnah? Betul, shalat dhuha memang sunnah. Tapi sunnah muakkadah. Sunnah yang teramat penting. Yang kalau ditinggal, ya ada juga “RESIKO”nya.  Sunnah muakkadah kalau ditinggal dalam waktu yang lama, tidak dijalankan dalam waktu yang lama, sangat negatif ke kualitas kehidupan & rizki. 

    Begini ya, kenapa saya sebut sebagai Hutang. Dalam 1 hari, sejak awal pagi, sampai pagi lagi, kita itu sesungguhnya harus sedekah tanpa putus. Tiap sendi kita, dituntut sedekahnya. Harus bayar. Ya iya lah. Untuk oksigen tambahan aja, kita harus bayar. Mahal banget. Kalo anfal. Nah, apalagi oksigen yang kita hirup, GRATIS 24 jam. Ternyata tidak benar GRATIS. Harus bayar. Dituntut sedekahnya. Belum lagi mata, dan panca indera lainnya 

    Pokoknya harus bayar. Dan tidak bakalan kebayar. Siapa juga yang mampu bayar semua rizki & nikmat ALLAH SWT? Sistem pernafasan yg komplit, sistem pencernaan, sistem penglihatan, pendengaran, & semua tubuh kita adalah keajaiban-Nya. Ini semua ALLAH SWT adakan sedekah atasnya. Kitanya aja yg merasa GRATIS aja. Bebas-bebas saja. Tidak ada tanggung jawab, Tidak ada beban, Tidak ada kewajiban. Padahal tidak begitu. 

    Nyatanya tidak sedikit nikmat yang ALLAH SWT kurangi, bahkan ALLAH SWT cabut. Sebab di antaranya kitanya tidak atau kurang bersyukur. Terus persoalannya, kalau bayar, dari pagi sampe pagi, atas semua rizki yg ALLAH SWT kasih, harus bayar berapa? Tidak ada yang sanggup bayar. Dan ALLAH SWT maklum itu. Tidak bakalan ada yang bisa bayar atas semua rizki & nikmat-Nya. Karena itu ALLAH SWT cukupkan bayarannya dengan shalat dhuha. ALLAH SWT cukupkan kewajiban kita membayar kepada ALLAH SWT, dengan shalat dhuha 2 rakaat di pagi hari. Subhaanallaah, baik ya? Tukerannya Maha Ringan. Ya. Harusnya Maha Ringan. Tidak ada bandingannya shalat 2 rakaat dengan kewajiban bayar 1 hari rizki & nikmat ALLAH SWT

    Dan itu sekaligus memberi pemahaman kepada kita, betapa besarnya shalat dhuha itu. Nilainya sebanding dengan seluruh bayaran ALLAH SWT atas makhluk-Nya. Begitulah. Shalat Dhuha 2 rakaat, menjadi bayaran kita kepada ALLAH SWT. ALLAH SWT mencukupkan diri-Nya “dibayar” oleh kita, dengan tambahan shalat dhuha 2 rakaat di pagi hari. Luar biasa. Tentunya, itu kalau syarat minimal, dipenuhi & terpenuhi juga. Yakni soal shalat 5 waktunya. Tertib, bagus, tepat waktu, jamaah di masjid. Artinya, kalau shalat dhuhanya cakep, terus shalat fardhunya tidak cakep, ya tentu “bayaran” itu akan kurang juga. Dan akan ada yg diambil oleh ALLAH SWT

    Seorang pengusaha tekstil cerita, bahwa tabungan 3 tahun hilang sekejap. Mula-mula saya atas izin ALLAH SWT, tanya soal-soal ibadah yang wajib. Sahabat ini menjawab, yang wajib insya ALLAH dikerjakan. Meski bilang bolong & berantakan. Dari soal yang ibadah wajibnya berantakan, saya sudah ngasih sedikit catatan. Soalan kedua, setelah nanya yang ibadah wajibnya bagaimana, adalah bagaimana soal larangan ALLAH SWT? Apakah ada yang dilanggar? Beliau bilang tidak ada. Okeh, kalau tidak ada, mulailah masuk soalan ketiga. Soalan ibadah sunnah. Gimana dengan ibadah sunnah

    Beliau sedih, hidupnya sejak jadi pedagang, jauh, sepi, dari ibadah sunnah. Termasuk shalat dhuha. Namun jika perdagangan jadi melalaikan kita dari ibadah yang wajib, juga yang sunnah, maka ini jadi masalah. Semestinya dagang jadi ibadah, karena melalaikan yang wajib & yang sunnah, maka tidak bisa lagi dagang disebut ibadah. 

    Ketika dia bilang, tidak lagi shalat dhuha, untuk jangka waktu panjang, saya jelaskan bahwa shalat dhuha itu hutang kita kepada ALLAH SWT. Setiap harinya hutangnya shalat 2 rakaat.  Saya katakan kepada beliau, hutang itu kan ada kalanya ditagih harian, mingguan, bulanan, tahunan, & ada juga yang sekaligus diambilnya. Pengusaha ini mengerti. Dia meninggalkan shalat dhuha begitu lama. Shalat Dhuha itu berarti rizki. Maka rizki itulah yang kini diambil kembali. 

    Logika kebalikannya adalah, bila ingin kembali rizki, kembali saja melakukan shalat dhuh, 3 th dia nabung, tabungannya “ditarik” lagi. Jangan lupa baca Surah Al Mulk dulu sebelum tidur. Kalau mau dikalikan 100x lipat pahala surah Al Mulk, bahwa dalam shalat sunnah. Baca di dalam shalat. Makanya, hafalin surah Al Mulk, biar bisa baca dalam shalat sunnah. Supaya pahalanya dikali 100. Oke, sekian dulu tausiahnya, semoga bermanfaat.


    Read more »»  

    Inilah 5 Keutamaan Membaca Alquran

    REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: H Otong Surasman SQ MA

    Alquran Al-Karim adalah pedoman hidup umat manusia, walaupun yang mengambil manfaat hanyalah orang-orang yang bertakwa (QS al-Baqarah [2]: 2). Begitu banyak hikmah dari memperbanyak membaca Alquran.

    Pertama, mendapatkan pahala yang sangat banyak, di mana satu huruf diberi balasan dengan sepuluh kebajikan, sebagaimana diriwayatkan oleh Iman At-Tirmidzi dalam sebuah hadits Rasulullah SAW. Kita tahu bahwa seluruh Alquran, menurut sebuah literatur berjumlah 325.015 huruf, yang berarti satu kali khatam Alquran mendapatkan nilai pahala kebajikan kelipatan sepuluh, yakni 3.250.150.

    Tentu untuk meraihnya, kita harus berusaha memperbanyak membaca Alquran. Baik sebulan sekali, dua bulan sekali, atau bahkan tiga bulan sekali. Bahkan banyak di antara ulama Alquran yang mampu mengkhatamkan Alquran setiap seminggu sekali.

    Kedua, Allah SWT akan mengangkat derajat orang-orang selalu membaca Alquran, mempelajari isi kandungannya dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
    “Sesungguhnya Allah mengangkat derajat suatu kaum dengan Kitab Alquran dan Allah merendahkan kaum yang lainnya (yang tidak mau membaca, mempelajari dan mengamalkan Alquran).” (HR Bukhari).

    Secara logika dapat kita pahami, mengapa orang-orang yang membaca dan mempelajari isi kandungan Alquran dan berusaha mengamalkannya diangkat derajatnya oleh Allah SWT? Orang-orang yang membaca Alquran berarti orang-orang yang selalu dekat dengan Allah, bahkan membaca Alquran merupakan bercakap-cakap dengan Allah SWT.

    Ketiga, mendapatkan ketengan jiwa atau hati yang sangat luar biasa, di mana setiap ayat Alquran yang dibacanya akan mendatangkan ketenangan dan ketentraman bagi para pembacanya. Sebagaimana diterangkan dalam surah Al-Isra [17] ayat 82, Alquran diturunkan Allah SWT untuk menjadi obat segala macam penyakit kejiwaan. Sehingga para pembaca Alquran, bahkan orang yang mendengarkan bacaannya mendapat pula ketenangan jiwa.

    Keempat, mendapatkan syafaat (pertolongan) pada hari Kiamat. Hal ini dijelaskan pada hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan Imam Muslim. “Bacalah Alquran oleh kamu sekalian, karena bacaan Alquran yang dibaca ketika hidup di dunia ini, akan menjadi syafaat/penolong bagi para pembacanya di hari Kiamat nanti.”

    Maka perbanyaklah membaca Alquran ketika nafas masih menyertai kita dan denyut jantung masih bergerak, karena bacaan Alquran akan menjadi syafaat/penolong bagi para pembacanya di hari Kiamat nanti, dikala manusia banyak yang sengsara dan menderita.

    Kelima, akan terbebas dari aduan Rasulullah SAW pada hari Kiamat nanti, di mana ada beberapa manusia yang diadukan Rasulullah SAW pada hari Kiamat dihadapan Allah SWT.
    Jadi, perbanyaklah membaca Alquran, luang waktu sisa-sisa kehidupan yang Allah berikan untuk memperdalam ajarannya. Jangan disia-siakan, karena Alquran akan mengantarkan kemudahan kita ketika menghadap Allah SWT (sakaratul maut).
    Read more »»  

    6 Tuntunan Islami Menyambut Kelahiran Anak

    Bulan Rajab merupakan salah satu bulan Asyhurul Hurum, sebuah bulan yang dimuliakan selain Dzulqa'dah, Dzulhijjah dan Muharram.

    Puasa dalam bulan Rajab sebagaimana bulan mulia lain, hukumnya adalah sunnah.
    Diriwayatkan dari mujibah al-Bahiliyah, Rasulullah SAW bersabda,
    "Puasalah pada bulan-bulan haram (mulia)."
    (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad).

    Banyak sekali keistimewaan yang diperoleh apabila kita mau menunaikan puasa Rajab, Salah Satunya adalah sebagai berikut:

    1. Laksana puasa sebulan.
    Rasulullah SAW bersabda,
    "Barang siapa berpuasa pada bulan Rajab sehari maka laksana ia puasa selama sebulan, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya 7 pintu neraka jahanam. Bila puasa 8 hari maka dibukakan untuknya 8 pintu surga. Dan bila puasa 10 hari maka Allah akan mengabulkan semua permintaannya."

    HR. At-Thabrani

    2. Mencatat Amalnya selama 60 Bulan.
    Rasulullah SAW bersabda,
    "Barang siapa puasa pada tanggal 27 Rajab, Allah mencatatnya sebagaimana orang yang puasa selama 60 bulan."

    Abu Hurairah.

    3. Puasa 7 hari pada bulan Rajab akan menutup pintu neraka baginya.

    4. Puasa 8 hari pada bulan Rajab akan membuka 8 pintu surga untuknya.

    5. Puasa 10 hari pada bulan Rajab maka akan menghapus dosa-dosanya dan diganti dengan kebaikan.

    6. Puasa sehari pada bulan Rajab akan mendapatkan air susu yang berasal dari sungai Rajab di surga.
    Rasanya manis melebihi madu.

    Rasulullah SAW bersabda,
    "Sesungguhnya di surga terdapat sungai yang dinamakan Rajab, airnya lebih putih daripada susu dan rasanya lebih manis dari madu. Barang siapa puasa sehari pada bulan Rajab, maka ia akan dikarunia minum dari sungai tersebut."
    Read more »»